PUSUK BUHIT

Pusuk Buhit (“pusat bukit”) adalah nama salah satu puncak di pinggir barat Danau Toba. Dalam mitologi suku Batak, puncak tersebut diceritakan sebagai tempat “kelahiran” suku tersebut. Pusuk Buhit, demikian masyarakat Batak yang berada di Toba Samosir, Sumatera Utara, menyebutnya.

Gunung ini maemiliki ketinggian 1972 mdpl (meter diatas permukaan laut) dan mencakup beberapa desa di Kecamatan Sianjur Mula-mula dan Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.

Untuk mencapai kabupaten Samosir ada dua jalur/ akses yang bisa dicapai dari Medan. Pertama, yaitu melalui Kabupaten Karo ke arah Sidikalang (Kab. Dairi) melewati menara pandang Tele menuju pangururan. Jalur ini disebut jalur darat menuju Kabupaten Samosir.

Jalur yang kedua yaitu jalur air, melalui Kab. Simalungun dengan menyebrang dari parapat menuju desa Tomok menuju kota Pangururan. 

Dari Pelabuhan Tigaraja – Parapat dengan tujuan wilayah Tomok yang terletak di Pulau Samosir. Dengan ongkos Rp. 8,000/org dan Rp.10,000/kendaraan dengan waktu tempuh sekitar 45 menit perjalanan akhirnya kami pun tiba di pelabuhan Tomok. Panorama Danau Toba di sepanjang perjalanan begitu memanjakan mata yang menemani santap siang yang kami beli sebelum naik kapal penyeberangan. apalagi dari kejauhan juga tampak tulisan besar berwarna putih yang bertuliskan SAMOSIR. Mirip tulisan yang ada di Hollywood..

Setelah tiba di Tomok, langsung memacu si besi tua ke Pangururan – sebuah kota kecil dengan jarak 50 KM yang dapat di tempuh dalam waktu kurang lebih 1,5 jam dari wilayah Tomok. Perjalanan dengan waktu selama itu sama sekali tidak membuat kami lelah karena panorama Danau Toba terlihat sangat indah di sepanjang perjalanan.

Setiba di Pangururan alangkah baiknya beristirahat sejenak sebelum melakukan pendakian. Kami memilih beristirahat di kawasan objek wisata Batu Hobon. Waktu istirahat ini kami manfaatkan dengan sebaik-baiknya sebelum menempuh perjalanan untuk melakukan pendakian menuju puncak Pusuk Buhit.

Batu Hobon terletak di Desa Limbong Sagala Kecamatan Sianjur Mula-Mula, Kabupaten Samosir. Hobon dalam Bahasa batak artinya Peti. Batu ini berdiameter sekitar satu meter dengan bagian bawah berongga. Diperkirakan batu ini merupakan sebuah lorong yang mungkin saja berbentuk goa. 

Menurut Cerita yang beredar di Masyarakat Batu Hobon adalah buah tangan Raja Uti untuk menyimpan harta kekayaan orang Batak, berupa benda-benda pusaka dan alat-alat musik. 

Diyakini pula, di dalam Batu Hobon ini tersimpan Lak-Lak (sejenis kitab) yang berisi ajaran dan nilai-nilai luhur. Berdasarkan pewahyuan yang datang pada keturunannya, diperkirakan pada suatu saat, benda-benda yang tersimpan dalam batu itu akan di keluarkan sendiri oleh Raja Uti, yang menurut kepercayaan setempat tidak pernah mati (baca: moksa), Dia akan tetap hidup dalam pribadi-pribadi pilihan yang tentu masih keturunannya.

Suasana kota Pangururan ini sendiri berbeda dengan kota Parapat, kota ini terlihat lebih kecil dan masih terlalu “tradisional” di bandingkan dengan kota Parapat. Tak banyak aktivitas masyarakat di kota Pangururan ini yang sebahagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan pedagang.

Gunung pusuk buhit ini merupakan gunung berapi aktif yang memang merupakan sisa-sisa letusan dari supervolcano Gunung Toba yang meletus dashyat puluhan ribu tahun yang lalu. 

Sisa keaktifan gunung ini masih bisa dilihat di jejak Aek Rengat, sumber mata air panas yang ada di kaki gunung pusuk buhit. Letusan gunung ini tercatat sebagai yang paling besar sepanjang sejarah dunia. Tercatat sedikitnya 4 kali Gunung Toba Purba meletus untuk kapasitas yang cukup besar. Masing-masing terjadi pada 800.000, 300.000, 75.000 dan 45.000 tahun lalu. Tiap kali ia meletus, memunculkan kaldera-kaldera baru.

Gunung Pusuk Buhit merupakan Gunung Sakral / Keramat. Selain merupakan tempat pertama turunnya si Raja Batak, tempat ini juga sering dijadikan untuk uacara adat istiadat serta pertapaan. Sehingga bagi para pendaki, diharapkan mampu menjaga sikap dan menjauhkan pikiran dari hal-hal yang tidak logis.

Di sekitar kawasan Gunung Pusuk Buhit juga terdapat tanaman langka yaitu Bunga Abadi atau Bunga Edelweis.

Jumlahnya memang tidak sebanyak di Gunung-gunung Pulau jawa (G. Sumeru atau G. Gede Pangrango), namun kawasan ini merupakan tempat terakhir tumbuhnya bunga Edelweis di Sumatera Utara yang belum punah. Sebelumnya di Gunung Sinabung juga terdapat bunga tersebut, namun sudah punah karena erupsi gunung. 

Padang ilalang dan rerumputan mendominasi jalur pendakian. Pohon pinus yang tumbuh dengan jarang serta perbukitan dari sisa aktivitas vulkanisme Gunung Api Toba Purba menjadikan panorama alam yang sangat luar biasa.

Memasok kebutuhan air secukupnya selama pendakian. Sebab selama pendakian, tidak ada sumber air yang dapat ditemui. Sehingga perlu sekali untuk memasok air secukupnya bagi kebutuhan pendakian. Setelah sampai di camping ground baru kita temui sumber air dari telaga. Sebaiknya bawalah saringan kain untuk menyaring airnya.

Menjejakkan kaki di tempat ziarah Batu Partonggoan (Batu tempat berdoa Raja Batak ke Mulajadi Nabolon), juga sangat menarik. Konon, siapa saja yang berdoa memohon di batu ini, Tuhan akan mengabulkannya. Nah, di sinilah ada cerita yang sangat menarik. Sebelum resmi menjadi calon presiden, Joko Widodo alias Jokowi lebih dulu berkunjung ke Batu Partonggoan.

Tinggalkan komentar